HIKMAH YANG TERKANDUNG DI BALIK SEJARAH
NABI IBRAHIM AS
By
: M.ISRO’ ZAINUDDIN,QH,S.Pd.I
Khutbah Pertama:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ
(×3)اللهُ اَكبَرْ (3×)
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كثيرا وسبحان الله بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كثيرا وسبحان الله بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ
اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ
شَرِيْكَ
لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ
سَيِّدَناَ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ
عَنْهُمُ
الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Jamaah ‘Idul Adha yang dimuliakan
Allah.
كُلُّ أمْرٍ ذِي بَالٍ لاَ يُبْدأُ فِيهِ
بِالحَمْدُ للهِ فَهُوَ أقْطَعُ
“Setiap
amal yang baik, tidak diawali dengan ucapan hamdalah, maka terputus”. (HR.
Abu Daud, hadits Hasan).
Setiap
amal baik, tidak diawali dengan hamdalah, maka amal itu terputus, sia-sia,
tidak dapat dibawa menjadi bekal menghadap Allah Swt. Maka kita awali segala
amal dengan ucapan Alhamdulillah.
ماَ
اجْتَمَعَ قَوْمٌ ثُمَّ تَفَرَّقُوْا عَنْ غَيْرِ ذِكْرِ اللهِ وَصَلاَة عَلَى
النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِلاَّ قَامُوْا عَنْ أَنْتَن جِيْفَة
“Sekelompok orang berkumpul,
mereka bubar tanpa zikir dan sholawat, maka sama halnya mereka meninggalkan
busuknya bangkai”. (Musnad ath-Thayalisi, dari Jabir).
Kita
tidak ingin majlis kita menjadi majlis bangkai yang busuk, maka kita
bersholawat kepada Rasulullah Saw dengan ucapan:
اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ
Pagi
ini, seluruh ummat Islam, dari pusat kota suci Makkah al-Mukarramah, sampai ke
berbagai penjuru negeri mengumandangkan takbir:
اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ
اَكْبَرْ لاَ
اِلَهَ
اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
Sebagai
ungkapan syukur kepada Allah Swt. Sesungguhnya, Allah Swt tidak pernah perlu
kepada syukur kita, karena syukur kita itu hanya akan kembali kepada kita,
menambah dan mengekalkan nikmat Allah Swt:
وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ
لِنَفْسِهِ
“Barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya Dia bersyukur
untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar”. (Qs. An-Naml
[27]: 40). Karena dalam ayat lain Allah berfirman:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu”. (Qs. Ibrahim [14]: 7).
Jamaah ‘Idul Adha yang dimuliakan
Allah …
Pagi
ini, lewat momen Idul Adha kita kembali diingatkan dengan beribu makna hikmah
yang terkandung di balik sejarah Nabi Ibrahim as. Namun inti dari semua makna
itu terangkum dalam tiga poin besar:
Pertama,
Hubungan Orang Tua dan Anak.
Peristiwa
kurban mengingatkan kita pada hubungan kepatuhan mutlak Ismail as kepada
Ayahanda Ibrahim as. Dengan ucapannya yang tertulis dalam al-Qur’an,
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ
أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ
سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Ibrahim
berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!’.
Ismail
menjawab: ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya
Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.” (Qs. as-Shaffat [37]: 102).
Demikianlah
jawaban anak shalih yang diharapkan Nabi Ibrahim as dalam doanya,
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Ya
Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang
saleh”. (Qs. as-Shaffat [37]: 102).
Peristiwa
menyentuh hati dan perasaan ini mengajak kita untuk melihat kembali bagaimana
anak-anak kita? Sudahkan kita didik menjadi anak yang patuh dan taat mengikuti
perintah Allah Swt?
Anak
adalah amanah, dengan anak kita bisa masuk surga,
مَنْ عَالَ ثَلَاثَ بَنَاتٍ فَأَدَّبَهُنَّ
وَزَوَّجَهُنَّ وَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ فَلَهُ الْجَنَّةُ
“Siapa
yang merawat tiga orang anak perempuan, ia didik dengan baik, ia nikahkan
dengan orang baik, maka surgalah baginya”. (HR. Abu Daud).
Dengan
anak maka amal menjadi mengalir,
إِذَا مَاتَ الإنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ
إِلاَّ مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقةٍ جَاريَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ
وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila
manusia mati, maka putuslah amalnya, kecuali tiga: shodaqoh jariyah, ilmu yang
bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya”. (HR. Muslim).
Tapi
ingat, disebabkan anak juga kita akan masuk ke dalam neraka,
ثَلاَثَةٌ قَدْ حَرَّمَ الله عَلَيْهِمُ
الْجَنَّةَ : مُدْمِنُ الْخَمْرِ وَ الْعَاقُّ وَ الدَّيُّوْثُ الَّذِيْ يُقِرُّ
فِيْ أَهْلِهِ اَلْخَبَثَ
“Tiga
orang, diharamkan Allah Swt surga bagi mereka: pecandu khamar/narkoba, durhaka
kepada orang tua dan orang tua/wali yang membiarkan keluarganya berbuat nista”.
(HR. Ahmad).
اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ
اَكْبَرْ لاَ
اِلَهَ
اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
Pagi
ini kita diingatkan dengan tanggung jawab kita kepada anak-anak kita. Sudahkah
kita didik mereka dengan baik? Bagaimana bacaan al-Qur’an mereka? Bagaimana
shalat mereka? Sudahkan mereka menutup aurat?
Pagi
ini juga anak diingatkan tentang bakti kepada orang tua. Bagaimanapun banyaknya
amal mereka, kalau anak durhaka kepada orang tua. Maka Allah Swt haramkan surga
bagi mereka. Jika mereka masih hidup, kembali dari shalat ini, kita masih bisa
datang ke rumah mereka. Memeluk dan mencium mereka dengan kasih sayang. Sebagai
ungkapan rasa bersalah karena tidak mampu membalas budi baik mereka. Tapi,
andai ajal telah mendahului. Sesal kemudian tiada berarti. Kita hanya dapat
mengucapkan,
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ
وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرا
“Ya
Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku. Sayangilah mereka sebagaimana
mereka menyayangiku ketika aku masih kecil”.
Hanya
itulah yang dapat kita ucapkan dengan uraian air mata.
“Surga di bawah telapak kaki ibu”, bukan ungkapan hamba
tanpa makna.
أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ أَرَدْتُ الْجِهَادَ مَعَكَ أَبْتَغِي بِذَلِكَ
وَجْهَ اللَّهِ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ قَالَ وَيْحَكَ أَحَيَّةٌ أُمُّكَ قُلْتُ
نَعَمْ قَالَ ارْجِعْ فَبَرَّهَا ثُمَّ أَتَيْتُهُ مِنْ الْجَانِبِ الْآخَرِ
فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ أَرَدْتُ الْجِهَادَ مَعَكَ أَبْتَغِي
بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ قَالَ وَيْحَكَ أَحَيَّةٌ أُمُّكَ
قُلْتُ نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَارْجِعْ إِلَيْهَا فَبَرَّهَا ثُمَّ
أَتَيْتُهُ مِنْ أَمَامِهِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي كُنْتُ أَرَدْتُ الْجِهَادَ
مَعَكَ أَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ قَالَ وَيْحَكَ
أَحَيَّةٌ أُمُّكَ قُلْتُ نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَيْحَكَ الْزَمْ
رِجْلَهَا فَثَمَّ الْجَنَّةُ
Mu’awiyah
bin Abi Jahimah as-Sulami menghadap Rasulullah Saw, ia berkata, “Wahai
Rasulullah, saya ingin berjihad bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt
dan akhirat”.
Rasulullah
Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”. Mu’awiyah
menjawab, “Ya”.
Rasulullah
Saw, “Pulanglah! Berbaktilah kepadanya!”.
Mu’awiyah,
“Saya datang lagi dari sisi yang lain. Saya katakana, ‘Wahai Rasulullah, saya
ingin berjihad bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt dan akhirat”.
Rasulullah
Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”. Mu’awiyah
menjawab, “Ya”.
Rasulullah
Saw, “Pulanglah! Berbaktilah kepadanya!”.
Mu’awiyah,
“Saya datang lagi dari arah depan Rasulullah Saw. Saya katakan, ‘Wahai
Rasulullah, saya ingin berjihad bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt
dan akhirat”.
Rasulullah
Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”. Mu’awiyah
menjawab, “Ya”.
Rasulullah
Saw, “Rawatlah kakinya, engkau dapati surga di sana”. (HR. Ibnu Majah).
Bakti kepada ibu membuat seorang anak terkabul doanya
melebihi sahabat-sahabat Rasulullah Saw. Suatu ketika Rasulullah Saw pernah berkata,
إِنَّ رَجُلًا يَأْتِيكُمْ مِنْ الْيَمَنِ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ لَا
يَدَعُ بِالْيَمَنِ غَيْرَ أُمٍّ لَهُ قَدْ كَانَ بِهِ بَيَاضٌ فَدَعَا اللَّهَ
فَأَذْهَبَهُ عَنْهُ إِلَّا مَوْضِعَ الدِّينَارِ أَوْ الدِّرْهَمِ فَمَنْ
لَقِيَهُ مِنْكُمْ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمْ
“Ada
seorang laki-laki. Ia akan datang kepada kamu. Ia berasal dari Yaman. Namanya
Uwais. Ia tidak bisa meninggalkanYaman (saat ini) karena ia merawat ibundanya.
Ia pernah terkena penyakit supak (warna putih pada kulit). Ia berdoa kepada
Allah Swt, maka Allah Swt menghilangkan penyakit itu, kecuali hanya tertinggal
sebesar uang logam Dinar (logam emas) atau Dirham (logam perak). Siapa diantara
kamu yang berjumpa dengannya, maka mintalah doa kepadanya agar Allah Swt
mengampuni kamu”. (HR. Muslim). Bayangkan, seorang hamba yang lemah, jauh
dari Rasulullah Saw, tapi doanya kabul, mengalahkan doa para shahabat nabi,
bahkan para shahabat nabi pun diminta agar memohonkan doanya. Doanya terkabul,
karena baktinya kepada ibundanya.
Tanpa mengesampingkan makna ayah,
أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي مَالًا وَوَلَدًا
وَإِنَّ أَبِي يُرِيدُ أَنْ يَجْتَاحَ مَالِي فَقَالَ أَنْتَ وَمَالُكَ لِأَبِيكَ
Seorang
laki-laki datang menghadap Rasulullah Saw mengadukan ayahnya seraya berkata,
“Wahai Rasulullah, saya mempunyai harta dan anak. Tapi ayah saya ingin
mengambil harta saya”. Rasulullah Saw menjawab, “Engkau dan hartamu milik
ayahmu”. (HR. Ibnu Majah).
Bagaimana mungkin orang dapat
mengesampingkan kedua orang tuanya, bangga dengan harta, anak, bahkan amalnya.
Padahal orang tua pada level kedua setelah Allah Swt,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا
إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ
أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا
وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ
الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)
“Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
(Qs. al-Isra’ [17]: 23-24).
Posisi mereka setelah Allah Swt. Mengapa
ada orang yang begitu sombong menuntut mereka ke pengadilan dunia hanya karena
ingin merebut kebahagiaan duniawi. Sadarkah mereka bahwa murka Allah Swt
terletak pada murka kedua orang tua,
رِضَا الرَّبّ فِي رِضَا الْوَالِدَيْنِ وَ
سَخَطُهُ فِيْ سَخَطِهِمَا
“Ridha
Allah Swt terletak pada ridha kedua orang tua dan murka Allah Swt terletak pada
murka kedua orang tua”. (HR. ath-Thabrani).
اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ
اَكْبَرْ لاَ
اِلَهَ
اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
Hikmah Kedua, Keseimbangan Antara
Usaha dan Tawakkal.
Sayang
dan cinta kepada anak dan istri, tapi perintah Allah Swt mesti tetap dipatuhi.
Meleleh air mata Nabi Ibrahim as meninggalkan Hajar dan Ismail kecil di sebuah
lembing kering. Kisah itu diabadikan dalam al-Qur’an,
Nabi Ibrahim as pun mengadu kepada Allah Swt,
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ
ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا
لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ
وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Wahai Robb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan
sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat
rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar
mereka mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung
kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka
bersyukur”. (Qs. Ibrahim [14] : 37). Di tengah lembah tandus tanpa
tanaman itulah Hajar dan Ismail berada, seorang wanita lemah dan bayi tidak
berdaya membutuhkan air. Apakah Allah langsung menurunkan air kepada
mereka ?! Tidak. Hajar bukan wanita lemah. Ia perempuan yang tegar. Hajar
tidak mengeluh kepada Allah Swt dengan mengangkat tangan. Hajar tidak
membawa-bawa nama besar suaminya yang seorang nabi dan anaknya juga seorang
nabi. Hajar tidak pula menghujat dan mencela di mana air berada ?!. Tapi
Hajar berjalan kaki dari bukit Shafa menuju bukit Marwa sebanyak tujuh kali.
Tumit perempuan yang lemah itu menginjak pasir gurun panas di bawah terik
matahari. Setelah ia lelah dan tetap tidak mendapatkan air yang ia cari, maka
ia kembali ke tempat Ismail berbaring. Ternyata, air tidak ditemukan di tempat
yang dicari. Tapi air datang dari tumit Ismail yang belum pandai melangkah. Dari kisah ini
tersirat sebuah makna yang sangat mendalam yaitu pentingnya berusaha sekuat
tenaga dan seoptimal mungkin untuk mencari apa yang kita inginkan. Karena Allah
tidak langsung memberi tanpa ada usaha. Demikian juga perubahan menuju
kehidupan yang lebih baik yang kita inginkan tidak akan terwujud kecuali ada
keinginan dan perbuatan dari kita sendiri. Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ
حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya
Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri”. (Qs.
Ar-Ra’d [13]: 11).
Di sanalah keserasian antara syariat
Nabi Ibrahim as dengan syariat Nabi Muhammad Saw. Sama-sama mengajarkan
keseimbangan antara usaha dan doa. Rasulullah Saw tidak pernah duduk berpangku
tangan menunggu rezeki turun dari langit. Al-Qur’an mengajarkan,
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي
الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila
telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (Qs.
al-Jumu’ah [62]: 10).
قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَعْقِلُهَا
وَأَتَوَكَّلُ أَوْ أُطْلِقُهَا وَأَتَوَكَّلُ قَالَ اعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ
Seorang
laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah. Apakah unta ini saya tambatkan lalu saya
bertawakkal? Atau saya lepaskan saja, kemudian saya bertawakkal?”.
Rasulullah
Saw menjawab, “Tambatkanlah! Setelah itu, bertawakkallah!”.
(HR.
at-Tirmidzi).
“Berusaha tanpa tawakkal, sombong.
bertawakkal tanpa usaha, pesong”.
اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ
اَكْبَرْ لاَ
اِلَهَ
اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
Hikmah
Ketiga: Berkorban Untuk Agama Allah Swt.
Islam
bukan agama yang melarang orang untuk mencari harta. Dalam Islam diajarkan,
orang yang mampu secara ekonomi, kuat fisik, ilmu dan iman, lebih baik dan
dicintai Allah Swt daripada orang yang miskin, lemah fisik, lemah ilmu dan
lemah iman. Rasulullah Saw bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى
اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ
“Seorang
mukmin yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah Swt daripada mukmin yang
lemah”. (HR. Muslim).
Dalam ibadah haji kita mengenal istilah Wuquf, yang
merupakan rukun haji. Yaitu berkumpul di padang Arafah pada tanggal 9
Dzulhijjah. Wuquf ini adalah miniatur hari mahsyar kelak, saat manusia
dibangkitkan di hadapan Allah. Semua manusia yang terdiri dari
berbagai suku bangsa dan jenis kulit. Terdiri dari tingkat, level dan
kedudukan. Semuanya sama di hadapan Allah. Tidak ada yang lebih mulia di sisi
Allah kecuali takwanya. Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ
مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qs. Al
Hujurat [49] : 13).
Miniatur
hari kiamat, pada hari itu tidak ada yang dapat menolong manusia kecuali
amalnya sendiri. saudara yang kita harap-harapkan
dapat membantu kita, mereka justru lari meninggalkan kita, يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ (Qs. ‘Abasa [80] :
34). Anak-anak yang begitu sayang kepada orang tua ketika berada di dunia juga
lari meninggalkan orang tua mereka : وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ (35) (Qs.
‘Abasa [80] : 35). Demikian juga dengan istri dan sanak
keluarga : وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ (36) (Qs. ‘Abasa [80] : 36). Semuanya disibukkan oleh urusan
masing-masing : لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ
(37) (Qs. ‘Abasa [80] : 37). Sudahkah kita mempersiapkan diri
menghadapi hari itu dengan amal badan dan amal harta yang kita punya?!
Jama’ah ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah …
Mencari harta itu sulit. Namun ada yang lebih sulit,
yaitu berjuang melawan hawa nafsu dan bisikan setan yang selalu mengajak agar
menahan harta, tidak berkurban, tidak bersedekah. Sehingga mati dalam keadaan
menumpuk harta, tidak pernah berbuat untuk agama Allah Swt walau seujung kuku.
Setelah melaksanakan Wuquf di Arafah,
jamaah haji pun pergi menuju Muzdalifah, kemudian menginap di Mina selama tiga
hari untuk melontar jumrah. Ritual melontar jumrah ini mengingatkan kita kepada
kisah Nabi Ibrahim yang ketika itu akan menyembelih putranya Ismail, kemudian
digoda oleh setan agar tidak melaksanakan perintah Allah itu. Namun Nabi
Ibrahim menolak ajakannya dan melontarnya dengan batu. Dari kisah dan ritual ini tersimpan
hikmah bahwa setan tidak akan pernah bosan menggoda
manusia. Allah Swt berfirman:
ثُمَّ
لَآَتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ
وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ (17)
“Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan
dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur
(taat)”. (Qs. Al
A’raf [7]: 17). Setan akan datang dari depan, dari belakang, dari arah kanan
dan kiri manusia. Oleh sebab itu manusia mesti
mengerti hakikat setan dan menjadikannya sebagai musuh yang sebenarnya:
إِنَّ
الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu)”. (Qs. Fathir [35]: 6).
اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ
اَكْبَرْ لاَ
اِلَهَ
اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
Pada
tanggal 10 Dzulhijjah, jamaah haji yang berada di Mina dan seluruh kaum muslimin menyembelih hewan kurban
melaksanakan perintah Allah: فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2) Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. (Qs. Al Kautsar [108]:
2). Dalam ibadah kurban ini terkandung makna melaksanakan perintah Allah,
ketika Allah memerintahkan Nabi Ibrahim agar menyembelih putranya, kemudian Allah mengganti sembelihan itu dengan seekor
kambing: وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107)
“Dan Kami tebus anak itu dengan
seekor sembelihan yang besar”. (Qs. Ash-Shaffat [27]: 107). Disamping itu dalam ibadah
kurban ini terkandung makna kepedulian sosial, memperhatikan nasib orang lain
dan berbagi kebahagiaan dengan orang lain serta mengikis
sifat kikir yang ada dalam diri kita, Allah berfirman: وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ
هُمُ الْمُفْلِحُونَ “Dan
siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang
beruntung”. (Qs. Al Hasyr [59]: 9). Ibadah kurban juga mengisyaratkan kepada
makna menyembelih sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia, sifat rakus,
tamak, tidak peduli sesama dan sifat-sifat binatang lainnya.
Berkurban hari ini bukan hanya sekedar mampu melawan setan
dan mengeluarkan uang untuk menyembelih hewan kurban. Tapi ini adalah langkah
awal menuju pengorbanan-pengorbanan lainnya untuk agama Allah Swt. Masih banyak
hamba-hamba Allah Swt yang perlu dibantu. Anak-anak yatim dan orang terlantar
yang membutuhkan uluran tangan. Harta yang banyak tidak dapat membantu di
hadapan Allah Swt, yang akan menolong adalah amal badan dan harta yang pernah
kita infaqkan di jalan Allah Swt. Berapa banyak harta yang kita cari, tapi kita
tidak pernah menikmatinya, tapi dinikmati ahli waris, bahkan orang lain yang
tidak memiliki nasab dan hubungan darah dengan kita. Kalau ingin menikmati
harta yang kita cari dengan tetes peluh dan air mata, maka gunakanlah di jalan
Allah Swt.
Semoga momen ‘Idul Adha kembali mengingatkan kita akan
pentingnya: pendidikan anak, seimbang dalam usaha dan tawakkal, dan yang jauh
lebih penting adalah berkurban untuk agama Allah Swt.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ
هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ.
فَاسْتَغْفِرُوْا
اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (3×)
اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً
وَ أَصْيْلاً
لاَ اِلَهَ اِلاَّ
اللهُ
وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ
وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى: اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ
وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى: اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى
يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا
عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى
اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ
عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
اَبِى
بَكْرٍوَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ
وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا
مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ
اللهُمَّ اَعِزَّ
اْلاِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ
وَانْصُرْ
عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ
وَاخْذُلْ
مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ
وَاعْلِ
كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا
اْلبَلاَءَ
وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا
بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا
اِنْدُونِيْسِيَّا
خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا
حَسَنَةً
وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ
تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ
مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ
وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Data Santri TPA Syaikh Zainuddin
NW Desa BangunRejo DusunSumbermulyo Blok D II RT 28
NO
|
NAMA
|
TEMAPT
TANGGAL LAHIR
|
NAMA
IBU
|
1.
|
AbdRazak
|
Kutai 12-7-2010
|
Zakiyah
|
2.
|
M Arsyadjufri Al Bukhari
|
Kutai 27-9-2005
|
Nuraini
|
3.
|
Afrillian
|
Kutai 9-5- 2005
|
Yanti
|
4.
|
SitiNiswatulmunawaroh
|
Kutai 1-2-2011
|
Nuraini
|
5.
|
Aida Suraya
|
Kutai 28-7-2004
|
Zakiyah
|
6.
|
Ayuanjani
|
Kutai 29-4-2007
|
Ratna
|
7.
|
Ardiyansyah
|
Kutai19-8-2003
|
Merti
|
8.
|
Ramzomi
|
Kutai 20-8-2005
|
YUlianti
|
9.
|
Aref
|
Kutai 11-5-2005
|
Gemur
|
10.
|
SukmaAulia
|
Kutai 26-7-2006
|
Marwan
|
11.
|
Arel
|
Kutai 21 -7 1999
|
Fatmawati
|
12.
|
HerinaWati
|
Kutai 21-6-2003
|
Murni
|
13.
|
PankaDwi
|
Kutai 5-3-2010
|
DwiRahayu
|
14.
|
JekiSaputra
|
Kutai 3-2-2006
|
Aisah
|
15.
|
Roki Ahmad
|
Kutai 25-5-2012
|
Jidah
|
16.
|
Quratulaini
|
Kutai 30 -7-2000
|
Yanti
|
17.
|
Elma Sapitri
|
Kutai 15-5-2003
|
Harini
|
18.
|
Ayudewi
|
Kutai 1-6-2004
|
Dariati
|
19.
|
Evijulia
|
Kutai 10-5-2006
|
Hartini
|
20.
|
MaulizatulHasanah
|
Kutai 3-11-2010
|
Hanah
|
21.
|
MiftahulHasanah
|
Kutai 30 -8-2011
|
Yanti
|
22.
|
JuliJulaila
|
Kutai 5-2-2010
|
Yulianti
|
23.
|
Fahir
|
Kutai 11-3-2007
|
Saknah
|
24.
|
Rani
|
Kutai 11-5-2011
|
Merti
|
25.
|
Sumiati
|
Kutai 25-3-2000
|
Marwan
|
26.
|
Qila
|
Kutai 13-6-2012
|
Saknah
|
27.
|
Indri
|
Kutai 71-4-2005
|
Sonah
|
28.
|
MaulizatulHasanah
|
Kutai 3-11-2010
|
Hanah
|
29.
|
Roki Ahmad
|
Kutai 25-5-2012
|
Jidah
|
30.
|
Ayudewi
|
Kutai 1-6-2004
|
Dariati
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih telah berkomentar di laman blog kami