Minggu, 23 Juli 2017

Makna yang tergantung dibalik Hultah NWDI Yang Ke-81

HULTAH NWDI KE- 82 DALAM TILIKAN
TRILOGI PERGERAKAN NAHDLATUL WATHAN
Oleh:
Dr.H. Fahrurrozi Dahlan,QH. SS., MA
(Sekretaris Pengurus Wilayah NW NTB- Sekretaris Majlis Ulama Indonesia Prov. NTB, Alumni Ma'had DQH NW ke-33)

PROLOG
 Tulisan ini penulis awali dengan ungkapan Wasiat Pendiri NWDI, NBDI dan NW, al-Maghfuru lahu TGKH.M.Zainuddin Abdul Madjid dalam buku wasiat renungan masa:
Malahan Ada Yang Takut HULTAH
Tidak Berani Tampakkan Wajah
Terkadang Datang Tapi Gelisah
Padahal Dia Ustaz-Ustazah
(Kyai Hamzanwadi, Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru, Bait 95 Versi tahun 1981)

 Hari Ulang Tahun atau lazim disebut dalam terminologi Nahdlatul Wathan dengan sebutan HULTAH.  Hultah hanya dikenal untuk mengenang dua madrasah induk yang didirikan oleh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang biasa disebut dengan istilah DWI TUNGGAL PANTANG TANGGAL. Dua kesatuan yang tak terpisahkan. Dialah Madrasah untuk kalangan kaum laki-laki yang tersempena dengan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) yang didirikan pada tahun 1932 M dan Madrasah untuk kaum perempuan yang disempenakan dengan nama Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) yang didirikan pada tahun 1942 M. Dua madrasah inilah yang menjadi cikal bakal ribuan madrasah dan sekolah di seluruh Indonesia yang tersentral di Pulau Lombok.  
Istilah HULTAH dipopulerkan oleh organisasi NW yang semakna dengan istilah yang dipopulerkan oleh ormas-ormas Islam lainnya, seperti Milad, Harlah, Dies Natalies, Haul, dll. Kata hultah sebenarnya diambil dari bahasa Arab, Hâla, Yahûlu, Haûlan, yang berarti keadaan yang sudah sampai setahun, atau sesuatu yang genap setahun, kemudian ditambahkan dengan Ta’ mukhatab, menjadi Hulta, yang berarti engkau merayakan hari yang ke setahun, kemudian ditambahkan Ha’ dhamir, kata ganti orang pertama tunggal  menjadi Hultahu, diwakafkan menjadi Hultah. Referensi Ha’ itu ke  yaum milad sehingga menjadi hultah, yang secara umum diartikan engkau merayakan hari kelahirannya.    
Istilah HULTAH NWDI pertama kali dikenal pada ulang tahun NWDI ke-15 pada tahun 1952. awalnya hanya berbentuk tasyakkuran, yang diisi dengan pengajian singkat dan diakhiri dengan acara makan bersama (begawe/begibung/-Bahasa Sasak). Dalam perkembangan selanjutnya, HULTAH NWDI ini dijadikan sebagai acara pengajian tahunan pendirinya dan media silaturrahmi dan komunikasi antaralumni (abituren) dan jamah Nahdltul Wathan di seluruh Nusantara serta dihadiri oleh pejabat dari instansi pemerintah, baik lokal maupun nasional, bahkan juga undangan dari negara-negara sahabat dan perwakilan badan-badan internasional seperti WHO, UNICEF, dan lain-lain.
Hari ulang tahun atau biasa disebut oleh masyarakat Nahdhatul Wathan dengan sebutan Hultah. Hultah merupakan hari ijtima' nasional yang diselenggarakan oleh dewan pengurus Besar Nahdlatul Wathan yang dieven organizer oleh Pengurus Daerah Lombok Timur, dimana hari ulang tahun ini tetap diselenggarakan tiap tahunnya bertempat di wilayah pulau Lombok, yang biasanya HULTAH diselenggarakan di pusat pondok pesantren Nahdlatul Wathan di Lombok Timur. Pada era pendiri organisasi NW TGKH M.Zaenuddin AM Hultah biasanya diselenggarakan di setiap kabupaten secara bergantian.
Menurut pemahaman penulis, peringatan Hultah dan istilahnya merupakan inovasi baru bagi organisasi NW dalam membangun kesadaran dan semangat bersama dalam memperingati nilai-nilai perjuangan yang telah dirintis dan dikembangkan oleh Pendiri NW, sehingga Hultah menjadi urgen jika dikemas sesuai dengan tuntutan awal diselenggarakan peringatan tahunan bagi warga NW, dan ini membuktikan NW memberikan sumbangsih yang tidak sedikit dalam bidang pendidikan, sosial dan dakwah yang kemudian penulis istilahkan dengan terminologi TRILOGI PERGERAKAN NW, karena dalam tiga ranah ini Nahdlatul Wathan memfokuskan diri dalam berkifrah untuk agama, nusa dan bangsa. (li i'laa'i Kalimatillah wa Izzil Islam wa al-muslimin).
PILAR PERTAMA: HULTAH NWDI DALAM RANAH PENDIDIKAN KEUMMATAN
HULTAH NWDI sesungguhnya merefleksikan nilai pendidikan yang paling utama, yaitu pendidikan karakter keummatan. Dimana HULTAH merupakan wadah pendidikan atau pengajian tahunan (al-ijtima' al-hauly) yang menghubungkan ikatan emosi bathiniy antara Guru dan murid, antara pendiri NWDI, NBDI dan NW dengan seluruh abituren/mutakharrijin yang datang dari seluruh Indonesia bahkan dari luar negeri dan tidaklah salah jika HULTAH NWDI memberikan semangat yang kuat untuk meningkatkan ruh mutu pendidikan sekaligus sebagai media evaluasi capaian pendidikan selama setahun. HULTAH NWDI dapat juga disebut sebagai Majâl al-Tarbiyah al-Nahdhiyyah (medan pendidikan ke-NW-an) yang paling signifikan, sebab HULTAH NWDI sebagai media reoni keummatan yang paling besar dan terbanyak dalam konteks berorganisasi di belahan Indonesia bagian timur dalam setiap tahunnya. Ijtima' para alumni-alumni NWDI-NBDI dan NW -abituren-abituren yang lahir dari rahim DWI TUNGGAL PANTANG TANGGAL (NWDI-NBDI) yang kemudian mereka terikat dengan sumpah dan baiatnya selama mereka mengaji dan menerima ilmu pengetahuan di Madrasah NW. Hal inilah yang membuat mereka hadir dan terpanggil untuk berkumpul dalam naungan HULTAH NWDI sekaligus menjadi simbol penyambungan pipa keilmuan keberkahan dari pendiri NWDI al-maghfuru lahu Quthubul Aqthab TGKH.M.Zainuddin Abdul Madjid al-Anfanay al-Masyhur.
 Organisasi Nahdhatul Wathan (NW) organisasi Islam terbesar di NTB yang selalu berada dalam denyut jantung pendirinya, seorang Waliyullah Quthub al-Aqthab al-Alim al-Allamah al-Arif billah Maulanassyaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid al-Anfanany al-Masyhur. NW sebagai sebuah pergerakan suci putih bersih untuk menggapai misi besar li i'laai kalimatillah wa 'Izzi al-Islam wa al-Muslimin, menjadikan Islam sebagai pilar keorganisasian yang bernorma pada dua dasar fundamental normatif Islam; al-Qur'an dan al-Hadits dengan berteologikan pada ajaran ahl assunnah wa al-jamaah, sekaligus berkomitmen terhadap mazhab Imam al-Syafi'i dalam legal formal yurisprudensi (syari'ah) dalam bingkai Pokoknya NW pokok NW Iman dan Taqwa, melalui spirit dan semangat trilogi perjuangan Yakin, Ikhlas dan Istiqomah dalam menjalankan visi misi utama trilogi pergerakan organisasi NW pada ranah Pendidikan, Sosial dan Dakwah Islamiah yang dilambari dengan NW Fi al-Khair yang berorientasi pada kebaikan dan kesejahteraan di samping menjunjung tinggi semangat optimisme dan semangat kompetisi menuju kesuksesan global (rahmatan li al-Alamin) dan nilai-nilai kebaikan universal (al-Khairat) demi tegaknya Iman dan Taqwa bagi segenap anak bangsa (al-Wathan) yang ber-Pancasila dan ber-UUD 1945.
PILAR KEDUA: HULTAH NWDI DALAM DIMENSI SOSIAL
 Kegiatan HULTAH NWDI yang diselenggarakan oleh organisasi NW menjadi pijakan yang strategis untuk memperkokoh dan menegaskan identitas sosial dari masyarakat Nahdhiyyin dan nahdhiyyat. Hultah NWDI memberikan gambaran yang utuh akan pentingnya membangun relasi sosial dan solidaritas sosial. Jaringan-jaringan ini dapat  dilihat dari makna dan fungsi hultah NWDI yang selama ini dilaksanakan.  Dengan berkat HULTAH NWDI dapat tercipta semangat kebersamaan dalam identitas yang  berbeda, semangat yang melebur dalam ikatan cinta kasih sesama warga NW, ikatan tali asih yang kuat terhadap siapapun yang hadir dalam HULTAH NWDI. Ketercerminan inilah dimensi HULTAH dalam makna sosialnya terasa dan berkontribusi besar terhadap masyarakat.
Pertama: HULTAH NWDI Memperkokoh Ukhuwwah Islamiyah wa Ukhuwwah Nahdhiyyah: Modal Kesetiakawanan dalam Berjuang.
 HULTAH NWDI sebagai ajang silaturrahmi nasional warga nahdhiyyin-nahdhiyyat, sementara silaturrahmi tidak akan bermanfaat signifikan jika tidak memenuhi elemen-elemen dasar dari silaturrahmi itu sendiri, antaralain:
 a). al-Ta’âruf (saling kenal-mengenal, saling menemukenali)
 Ta’ruf (pengenalan), secara substansi mengandung makna bahwa setiap manusia dituntut untuk saling kenal-mengenal satu dengan yang lain, sebab Allah menciptkan makhluk ini dengan segala keragaman dan perbedaan sehingga konsep pengenalan itu menjadi suatu keharusan. Dengan Konsep Ta’aruf ini akan melahirkan semangat saling menghargai satu sama yang lain yang mencerminkan keharmonisan dalam masyarakat. Konsep ta’ruf ini mencerminkan prinsip dasar dalam ukhuwwah wathaniyyah persaudaraan setanah air, semangat nasionalisme, semangat kebangsaan. Hal ini membuktikan bagaimana Islam memberikan apresiasi yang tinggi terhadap semangat kebangsaan.Sejatinya semangat kebangsaan akan tumbuh dan bersemi jika diawali dengan  memperkenalkan satu sama lainnya, sehingga dengan konsep ini jika dipahami dengan maksimal tidak akan pernah terjadi gesekan-gesekan dalam bernegara dan berbangsa.    
 b). al-Tawâsul (interaksi dan koneksi, saling sambung-menyambung)
 Konsep ini dalam Islam sangat relevan untuk menjadi perekat dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia, dalam kapasitas apa saja dengan tidak memandang dari mana asal muasal mereka, dan interaksi ini sebetulnya mencerminkan; Ukhuwwah Basyariyah, Atau Ukhuwwah Insaniyyah, artinya, setiap orang semestinya tetap menjalin komunikasi dan interaksi sosial dengan siapa pun, dengan orang yang berbeda agama sekalipun, sebab dalam Islam Allah sangat menghargai orang-orang yang saling menghargai satu dengan yang lain. Jika manusia saling berinteraksi sosial dengan satu sama lainnya dengan mengedepankan sisi kemanusiaan, maka tidak akan muncul apa yang disebut dengan Konflik.
 c). al-Tafâhum (saling pengertian, saling memupuk solidaritas, toleransi)
 Saling pengertian dalam segala hal sangat dituntut dalam segala hal, artinya bahwa saling pengertian artinya diberikan kebebasan kepada seseorang untuk memilih jalan kehidupan sesuai dengan prinsip yang dia yakini, dengan tidak ada paksaan dalam segala hal. Sebab yang dituntut sebenarnya adalah bukan pada apa yang mereka yakini, tapi bagaimana menghargai dan memahami pilihan orang yang berbeda dan HULTAH Memberikan pembelajaran untuk itu.
 d).  al-Tarâhum (saling kasih mengasihi, saling empaty)
 Hultah NWDI memberikan pembelajaran untuk saling berbagi dan saling mencintai sesama nahdhaty maupun sesama muslim yang diikat dalam konsep Tarâhum, dalam makna yang esensi adalah memberikan kasih sayang secara universal, bukan hanya dengan sesama manusia, bahkan dituntut berkasih sayang dengan makhluk-makhluk Allah yang lain, seperti kasih sayang dengan binatang, tumbuh-tumbuhan. Dengan semangat kasih sayang ini memberikan pengajaran bahwa tidak akan terjadi bencana alam jika manusia berkasih sayang dengan tumbuh-tumbuhan dengan cara memelihara Alam, melestarikan lingkungan, menjaga hutan, dan seterusnya. Inilah konsep yang mencerminkan ukhuwwah al-kauniyyah (persaudaraan dengan sesama alam semesta).
 e).al-Ta’âwun (memupuk semangat kebersamaan, kerjasama, dan team work)
 Substansi silaturrahmi dalam HULTAH NWDI adalah mempertegas dan memperkokoh solidaritas, sekaligus mempererat persatuan dan kesatuan. Kesemuanya tercermin dalam dimensi: Ukhuwwah Islamiyyah, Ukhuwwah Basyariyah/Insaniyyah, Ukhuwwah Wathaniyah dan Ukhuwwah Kauniyyah. Perlu penulis tegaskan bahwa, Ukhuwwah nahdiyyah menjadi cerminan kebaikan bagi perjuangan NW, bagimana tidak NW dengan simbolisasi Bia’at yang dikembangkan oleh Pendiri NW kemudian dilanjutkan oleh Ummuna Hajjah Sitti Raihanun, merupakan modal kebaikan yang tidak dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan yang lain. artinya bahwa hubungan organisasi dan ikatan kenahdhatul wathanan menjadi kunci sukses dalam mengembangkan organisasi ke depan.

Kedua: HULTAH NWDI Memperteguh Identitas Ke-Nahdlatul Wathan-an
 Dalam setiap moment HULTAH NWDI, ada hal yang penting dianalisa, yaitu makna di balik PAWAI HULTAH NWDI. Pawai hultah NWDI atau biasa disebut pawai alegoris yang menghadirkan semua elemen masyarakat, baik masyarakat terdidik dalam ranah pendidikan NW maupun masyarakat umum yang rela datang berjalan berkompoy berbaris dengan penuh kedisiplinan, penuh hormat dan ta'zim ketika melewati panggung kehormatan. Ini menjadi bukti bahwa HULTAH NWDI memiliki makna yang penting dalam memperteguh ke-NW-an warga besar Nahdlatul Wathan. Sebagaimana Pendiri NWDI, NBDI DAN NW memberikan penegasan yang penting dalam konteks kita berorganisasi, seperti dalam wasiat beliau:
“NWDI dan NBDI Mu
Jalan menuju ke langit ilmu
Terus kebulan sampai bertemu
Sinar yang lima nyinari penjuru ( w.101. h.119 )
 Dengan demikian, ada beberapa Identitas Ke-Nahdhatul Wathan-an dalam memahami makna di balik penyelenggaraan HULTAH NWDI yang diajarkan oleh pendiri NWDI NBDI dan NW secara umum dapat dielaborasikan menjadi beberapa point penting:
Pertama: identitas kelembagaan
 Salah satu inovasi dan improvisasi yang dilakukan oleh beliau TGKH.M. Zainuddin Abdul Madjid adalah meletakkan identitas lembaga pendidikan dibawah naungan organisasi Nahdhatul Wathan dengan lebel “NW“ seperti Yayasan Perguruan NW mulai dari tingkat paling rendah sampai jenjang yang paling tinggi, seperti TK NW, SD NW, MI NW, MTs NW, MA NW/SMA NW dan STKIP NW, IAIN NW, UNIV NW.
 Identitas dengan penegasan lebel “NW“ di lembaga pendidian memberikan nilai filosofis sebagai berikut:
a. Peneguhan aan esistensi kelembagaan sebagai barisan yang tidak terpisahkan dengan organisasi NW
b. Penegasan akan identitas kelembagaan yang secara aplikatif bergantung kepada organisasi NW
c. Pola pembinaan yang koordinatif dengan organisasi NW yang secara tegas menunjukkan identitas kelembagaannya.
d. Mempermudah pola komunikasi dan jaringan koordinasi pembinaan yang dilakukan oleh pengurus organisasi NW mulai dari Pengurus Besar sampai Pengurus Ranting.
Adanya identitas mempermudah pembinaan dan pemberdayaan dalam segala lini oleh pemangku kebijakan di tingkat organisasi NW. Hemat penulis hanya organisasi NW yang memberikan lebel langsung di setiap lembaga kependidikan maupun lembaga sosial, ekonomi dan seterusnya.
Jadi, identitas ke-NW-an pada setiap lembaga pendidikan, sosial, ekonomi, budaya memberikan makna penegasan terhadap ruh perjuangan ke-NW-an bagi lembaga dan pengelolanya.
Kedua : Identitas NW pada Aspek Administratif
Di Organisasi NW ada Identitas ke-NW-an yang harus difahami sebagai atribut ke-NW-an yang terlihat pada aspek-aspek berikut ini :
a. Aspek surat-menyurat.
Dalam surat menyurat, identitas NW yang termaktub kata : Bismillahi Wabihamdihi (بسم الله وبحمده ) filosofisnya adalah memulai tulisan dengan menulis basmalah dan hamdalah merupakan ajaran Normatif Agama yang menganjurkan memulai hal-hal yang positif dengan memohon izin kepada Allah swt.
TGKH.M. Zainuddin Abdul Madjid memperkenalkan sistem penulisan awal suratmenyurat sebelum salam dengan singkatan  dengan tidak menulis lengkap dengan BismillahirrahmanirrahimnAl-hamdulillahi rabbil ‘Alamin. Dengan memberikan nilai ajaran yang luhur bahwa jika surat yang diawali dengan lafaz basmalah dengan sempurna dikhawatirkan kertas yang tertulis lafaz basmalah akan dibuang-buang di tempat yang tidak terhormat atau diinjak-injak orang. Hal itu bisa mencederai kehormatan dan kesucian lafaz-lafaz Al-qur’an.
b. Mengakhiri surat menyurat dengan redaksi:
والله الموفّق والهادي إلى سبيل الرّشاد
والسّلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Identitas ke-NW-an seperti ini membuktikan ciri khas surat menyurat yang berbeda dengan organisasi-organisasi keislaman yang lain.
c. Setiap surat harus termaktub logo atau logo yayasan NW dan ditandatangani sekaligus dicap stempel dengan stempel logo NahdhatulWathan.

Ketiga: Identitas NW pada Aspek Retorika Pidato/Ceramah Keagamaan
Identitas ke-NW-an seseorang biasa terlihat pada saat menyampaikan ceramah, pidato atau bicara dikhalayak publik, antara lain :
a. Mengawali dengan lafaz Al-hamdulillah (الحمد لله) bukan redaksi innal hamda Lillah (إنّ الحمد لله)
b. Dalam berpidato selalu diselangi dengan Do’a Islahul Ummah
اللّهمّ أصلح أمّة محمّد صلّى الله عليه وسلّم
وفرّج عن أمّة محمّد صلّى الله عليه وسلّم
وارحم أمّة محمّد صلّى الله عليه وسلّم
وانشر واحفظ وأيّد نهضة الوطن فى العالمين بحقّ محمّد صلّى الله عليه وسلّم
c. Sering menyebut-nyebut keistimewaan dan keutamaan Nahdhatul Wathan, khususnya Pendiri NW-NBDI dan NWDI.
 
Keempat : Identitas ke-NW-an dalam Kegiatan Hari Besar Keagamaan
NW sangat identik dengan atribut-atribut ke-NW-an yang tidak terlihat di organisasi yang lain. Atribut-atribut tersebut terlihat pada aspek-aspek berikut :
a. Setiap pengajian umum, pengajian pengurus besar, Pengajian tuan Guru-Tuan Guru Nahdhatul Wathan diawali dengan Pembacaan Fatihah-Fatihah yang secara spesifik menyebut langsung:
Pertama, kepada Nabi dan Karabatnya.
Kedua, kepada pendiri NW-NWDI dan NBDI secara khusus dan kepada seluruh Pencinta.
Ketiga, kepada para ulama’, guru, orang tua dan kaum muslimin.
Keempat, kepada organisasi NW untuk tetap jaya, eksis dan populer sepanjang masa dan bahkan disemesta alam.
b. Pembacaan shalawat Nahdhatain dalam segala rangkaian kegiatan ke-Nahdhatul Wathan-an dan biasanya warga Nahdhiyyin membaca shalawat Nahdhatain secara bersamaan-serentak.
c. Penutupan kegiatan keagamaan dengan membaca Do’a Pusaka (Rabbananfa’na), pembacaan doa pusaka ini dibaca bersama-sama yang dipimpin oleh salah satu Tuan Guru atau para asatiz.

Kelima : Identitas NW dalam Aspek Ideologi dan Falsafah
Orang-orang yang disebut dengan orang-orang yang mengikuti Ajaran dan Khittah Perjuangan Nahdhatul Wathan terlihat pada faham ideologi yang dianut dan diyakininya,  antara lain terlihat pada :
a. Faham Ideologi Keagamaan pada aspek Syari’ah NW
Sesuai AD/ART NW dan Wasiat TGKH.M. Zainuddin Abdul Madjid bahwa faham keagamaan dalam aspek syari’ah berdasarkan satu Mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah  yaitu Imam Syafi’i Radhiyallahu Anhu.
b. Faham dalam aspek Teologi bersumber pada Teologi ASWAJA Ahlussunnah Waljama’ah yaitu Teologi Imam Asy-syafi’i dan Imam Al-Maturidi.
c. Faham Sufistik warga NW tercermin pada faham Sufisme Syaikh Junaid al-Bagdady dan Syaikh Hijjatul Islam Imam Al-Ghazali.
Sedangkan falsafah kehidupan warga Nahdhatul Wathan tercermin pada prilaku kehidupan yang selalu berorientasi pada Ridha dan Tuntunan Ilahi dan Bimbingan Nabi Muhammmad saw.
Keenam : Identitas NW pada Aspek Kesenian
Di kalangan warga Nahdhiyyin terlihat jelas pada aspek lagu-lagu yang sering didendangkan dan disosialisasikan. Ada sekitar 20 Lagu atau Nasyid yang ditulis oleh TGKH.M. Zainuddin Abdul Madjid yang sangat dianjurkan untuk disosialisasikan kepada masyarakat. Lagu-lagu ke-NW-an menjadi pembeda yang jelas dengan orang-orang yang bukan warga NW yang identik dengan lagu-lagu perjuangan yang disenandungkan oleh pendiri organisasi NW, NBDI dan NWDI.
Ketujuh : Identitas ke-NW-an pada Aspek Tata Busana
Ciri khas yang terlihat pada warga Nahdhatul Wathan pada aspek busana adalah pakaian yang sopan, rapi, islami dan tentu menutupi aurat. Namun ada khas pada pakaian Tuan Guru NW yang memakai jubah, sorban, selendang hijau (warna lambang NW ) atau pakai sarung, surban, peci hitam dan seterusnya. Pakaian-pakaian ini memberikan gambaran akan identitas Nahdhatul Wathan yang positif untuk dilestarikan dan dikembangkan. Identitas-identitas tersebut terlihat dalam semua even kegiatan organasasi khususnya dalam even akbar HULTAH NWDI dalam setiap tahunnya.

PILAR KETIGA: HULTAH NWDI DALAM DIMENSI DAKWAH ISLAMIYAH.
 Hultah NWDI sesungguhnya menjadi agenda Dakwah tahunan yang dikategorikan sebagai penutuh akhir dari semua Majlis Dakwah Hamzanwadi NW yang diasuh dan dibina lansung oleh Pendiri NWDI, NBDI dan NW, atau majelis ta'lim NW yang diasuh oleh para kader-kader terbaik dari alumni NWDI, NBDI dan NW. Maka HULTAH adalah majelis Dakwah HAMZANWADI yang secara lansung menghimpun semua majelis-majelis NW yang ada di seluruh Indonesia.
 Dengan demikan esensi HULTAH NWDI secara makro adalah eksistensi dakwah yang senantiasa bersentuhan dengan realitas yang mengitarinya. Dalam perspektif historis, pergumulan Islam dengan realitas sosio-kultural menjumpai dua kemungkinan. Pertama, dakwah Islam mampu memberikan out-put (hasil, pengaruh) terhadap lingkungan, dalam arti memberi dasar filosofis, arah, dorongan, dan pedoman bagi perubahan masyarakat sampai terbentuknya realitas sosial baru. Kedua, dakwah Islam dipengaruhi oleh perubahan masyarakat dalam arti eksistensi, corak dan arahnya. Ini berarti bahwa aktualisasi dakwah ditentukan oleh sistem sosio-kultural. Dalam kemungkinan yang kedua ini, sistem dakwah dapat bersifat statis atau ada dinamika dengan kadar hampir tidak berarti bagi perubahan sosio-kultural.
 Berkaitan dengan Hultah NWDI sebagai bagian dari Islam kultural, para ulama/tuan guru NW yang selalu bergerak dalam bidang-bidang keagamaan memiliki posisi yang strategis di tengah-tengah masyarakat. Kedudukan ini diperkuat juga dengan pemberian status yang tinggi kepada mereka sebagai “pewaris para Nabi”. Dengan demikian lengkaplah aura keilahian dan kesucian yang mereka sandang. Sebab itu pula, ulama-setidaknya dalam perspektif orang awam-memiliki aura sakralitas, yang pada gilirannya terjewantahkan dalam kekuatan kharisma tertentu, dan ulama sendiri cukup waspada untuk memelihara dan melanggengkan aura kesucian yang mereka pegang dengan, antara lain; tidak terlalu terlibat dalam urusan-urusan yang bersifat propan dan sebaliknya, bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan muru’ah. Inilah yang melestarikan kewibawaan, otoritas, dan kharisma ulama vis a vis umat umumnya. Di sini pulalah terlihat hubungan yang cukup jelas antara knowledge dan power dalam eksistensi ulama, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok yang mempunyai karakter dan distingsi sosial yang khas.
Nahdlatul Wathan adalah sebuah organisasi yang berorientasi pada bidang pendidikan, sosial, dan dakwah islamiyah. Inti perjuangannya adalah berupaya mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Perjuangan ini menjadi sangat strategis, karena pembangunan di bidang SDM dapat terefleksi dalam bidang-bidang pembangunan lainnya. Artinya, Kesuksesan di bidang-bidang pembangunan sangat bergantng pada kualitas sumber daya manusia.
Sebagai gambaran awal peran NWDI-NBDI yang disebut oleh pendirinya, Dwi Tunggal Pantang Tanggal, dalam mencetak SDM yang kemudian hari nanti menjadi motor penggerak pembangunan sosial keagamaan di Indonesia ini. Out put dari madrasah NWDI pada priode awal menjadi pelanjut dan pengembang dari visi, misi dan perjuangan pendiri NWDI-NBDI yang nantinya dua madrasah tersebut menjadi embrio lahirnya Organisasi Nahdlatul Wathan. Ini artinya, kontribusi organisasi Nahdlatul Wathan telah secara lansung memberikan peran yang sangat penting dalam pembangunan sumberdaya manusia Indonesia yang tidak sedikit dari alumni-alumni NW telah berkiprah banyak dalam pembangunan bangsa dan negara.

EPILOG
Di sinilah esensi Hultah NWDI menjadi perekat faham-faham yang berserakan di tengah masyarakat yang pada gilirannya nanti diberikan injeksi keagamaan untuk berkiprah di tengah masyarakat sepulangnya para abituren mengaji. Hultah NWDI sebagai agenda kepesantrenan di organisasi Nahdhatul Wathan di mana, institusi pesantren dengan Tuan guru yang ortodok-kharismatik merupakan sosok sentral yang mendominasi kehidupan keagamaan masyarakat muslim di NTB. Kharisma dan pengaruh Tuan guru didasarkan pada jaringan hubungan patronasi dengan santri-santri mereka yang datang dari seluruh penjuru Lombok bahkan sampai wilayah lain di luar Lombok bahkan dari segala penjuru dunia, seperti dari Makkah, Madinah, Mesir, India, dan sebagainya, yang secara lansung maupun tidak lansung berguru kepada pendiri NWDI, NBDIdan NW. Hultah NWDI dapat dikategorikan mampu mengikat emosi keilmuan dan memperkokoh genealogi keilmuan yang pipanya tersambung sampai Nabi Muhammad SAW.
Sungguh beruntunglah bagi siapa saja yang hadir di medan HULTAH NWDI ke-82 di Anjani, yang saat ini dihadiri oleh keturunan lansung pendiri Madrasah al-Shaulatyiyyah Makkah al-Mukarramah, Mudir Madrasah Asshualatiyah Syaikh Madjid Said Mas'ud Salim Rahmatullah, Madrasah keberkahan, madrasah para ulama dunia, dan sekaligus Hultah NWDI menjadi penyebab dan perantara hadirnya ulama-ulama Makkah dan inilah sesungguhnya sebagai media penyambung pipa keilmuan dan keberkahan dari Maulassyaikh Hamzanwadi sampai kepada Nabi Muhammad SAW.

Waallahu a' lam bi al-shawab
Wallahu al-muwaffiq ila sabiili al-Rasyad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih telah berkomentar di laman blog kami