Kamis, 01 Desember 2016

Syair Yang di Gantung di Ka'bah ( MU'ALLAQHOT )



Mu’allaq
 Masyarakat Arab memang pandai dalam berorasi. Mereka membangun pasar sastra yang sekarang mirip dengan tempat perlombaan sastra, seperti pasar Ukaz sebagai tempat para penyair dan orator mengadu keunggulan. Biasanya para pemenang memperoleh piala bergilir yang ditulisi nama pemenangnya. Sebagian puisi yang terbaik digantung di Ka’bah. Puisi yang digantung tersebut dikenal dengan Mu’allaqah, seperti Mu’allaqah Imri al-Qais dan Mu’allaqah Zuhai bin Abu Salma.
Mu’allaq atau mu’allaqat adalah puisi Arab jahiliyah yang sangat panjang dan indah serta diucapkan oleh para penyair dalam berbagai kesempatan dan tema. Puisi karya terbaik berhak mendapatkan kehormatan dimana nama penyair dan teks puisinya ditulis dengan tinta emas dan digantungkan di dinding Ka’bah. Begitu indahnya sampai-sampai lembaran-lembaran puisi laksana perhiasan yang dikalungkan pada seorang wanita.
Menurut sejarawan, puisi mu’allaqatyang digantungkan di dinding Ka’bah berjumlah sekitar tujuh lembar, dan ada pula yang mengatakan sepuluh lembar. Akan tetapi menurut pendapat yang lebih populer, jumlah mu’allaq ada tujuh lembar dan diciptakan oleh tujuh orang pujangga, yaitu: Imru al-Qais, Zuhair, Tharafah, Nabighah, Antarah, Amer bin Kultsum, dan Haris bin Hilizah. Untuk ketujuh puisi mu’allaqat tersebut ada sebutan lain, yaitu: as-Sab’u-Thiwal, al-Mu’allaqat as-Sab’u, al-Mudzahhabat, as-Sumuth, al-Maykhurat, al-Masyurat, dan Sabiyyat.
Para pemerhati sastra Arab mengalami kesulitan dalam menentukan batasan waktu, cara kapan, dan bagaimana puisi Arab Jahiliyah lahir, serta bagaimana proses perkembangannya dari masa ke masa. Secara bertahap, perkembangan puisi Arab diduga berasal dari sajak (dimana setiap kalimat berakhir dengan huruf yang sama), kemudian muncul majaz, lalu qasidah.
Puisi Arab terdiri dari tiga sampai enam bait. Qasidah puisi Arab terdiri dari tujuh bait ke atas. Temanya beragam. Puisi Arab yang dianggap shahih periwayatannya adalah puisi Arab sejak abad kedua atau satu setengah abad sebelum Hijrah. Para penyair Arab terdahulu menciptakan puisi berkenaan dengan suatu peristiwa atau pengungkapan gejolak perasaan mereka. Berikut ini adalah beberapa jenis puisi yang berkembang dikalangan para penyair Arab:
1. Al-Madh yang berarti pujian
2. AL-Hija’ yang berarti cercaan
3. Al-Fakhr yang berarti kebanggaan
4. Al-Hamasah yang berarti semangat, yaitu membangkitkan semangat ketika terjadi suatu peristiwa, seperti perang
5. Al-Ghazal yang berarti ungkapan rasa cinta kepada sang kekasih
6. Al-I’tidzar yang berarti permohonan maaf
7. Ar-Ritsa’ yang berarti ungkapan belasungkawa
8. Al-Washf yang berarti penjelasan tentang sesuatu dengan cara simbolik dan ekspresif
Penyair Arab jahiliyah sangat banyak jumlahnya. Hampir setiap kabilah memiliki seorang atau beberapa orang penyair, akan tetapi tidak semua penyair itu mencapai tingkat populer. Para penyair yang terkenal kebanyakan berasal dari wilayah Arab Utara, Hijaz, dan sekitarnya.
Tujuh Penyair yang Mendapatkan Penghargaan Mu’allaq
1.      Imru bin Qais (130-80 SH/496-544M)
  Imru al-Qais bin Hujer bin al-Harits al-Kindi berasal dari Yaman dan lahir di Najed. Ayahnya adalah Raja Asad dari Ghathfan, sedangkan ibunya adalah saudara perempuan dari al-Muhalhil yang juga seorang penyair.
imru al-Qais menyukai syair sejak ia berusia kanak-kanak. Namun, ketika menginjak dewasa ia memiliki kebiasaan buruk, lebih sering menghabiskan waktunya untuk pesta misa, bersenang-senang dengan perempuan, dan dengan terang-terangan melakukan kekejian. Semua nasehat orangtuanya tak dihiraukan. Lalu, ia diusir dan diasingkan ke Hadhramaut yang merupakan tanah asal orangtua dan keluarganya. Ketika itu ia berusia sekitar 20 tahun.
Imru al-Qais tinggal di Hadhramaut sekitar 5 tahun. Kemudian bersama dengan teman-temannya yang merupakan kaum gelandangan berpindah-pindah sambil melanjutkan kebiasaan bebasnya dengan mabuk-mabukan dan bersenang-senang. Pada saat itulah ayahnya terbunuh oleh kawanan pemberontak dari kabilahnya (karena dia terlalu tinggi memungut pajak), yaitu Bani Asad. Mendengar hal itu, ia mengekspresikan perasaan kesalnya dengan melantunkan syair seraya duduk menenggak khamer,“Mudah-mudahan Allah mengasihi ayahku. Ketika aku masih kecil, dia menyia-nyiakanku dan ketika aku dewasa, darah dan kematiannya memberiku beban, sekarang memang tidak sadar, tapi besok tidak akan mabuk. Sekarang menenggak khamer, tapi esok memerintah.”
  Pada keesokan harinya, Imru al-Qais bangkit dan terus mengucapkan banyak syair atas kematian ayahnya. Dari sinilah awal Imru al-Qais membuat puisi-puisi dengan menggunakan perumpamaan-perumpamaan (tsybih).
  Suatu ketika, pengadilan Persia pernah marah kepada Bani Akil al-Marrar (nenek moyang Imru al-Qais) sehingga mereka menginstruksikan raja Irak yang bernama al-Mundzir untuk mencari Imru al-Qais. Lalu raja al-Mundzir mencarinya hingga Imru al-Qais menjauh dan berpisah dari teman-temannya. Dia berkeliling ke seluruh suku Arab hingga bertemu dengan Samwaal, lalu Samwal menyelamatkannya dan Imru al-Qais tinggal bersamanya. Kemudian dia datang kepada al-Harits bin Abi Syamer al-Ghasani, penguasa Syam untuk meminta bantuan kepada Romawi agar memerangi Persia. Lalu al-Harits menyuruhnya datang ke kaisar Romawi yang bernama Yustianianis di Konstatinopel. Lalu, Yustianianis memberikan janji kepadanya, kemudian mengangkatnya sebagai penguasa Palestina, dan ia pun pergi ke sana. Setelah sampai di Ankara, pada sekujur tubuhnya terdapat bercak nanah. Dalam kondisi sakit parah, ia menetap di Ankara sampai akhirnya meninggal dunia.
Sebagai seorang penyair senior, Imru al-Qais sering membantu para penyair lain agar meningkat kualitas syair-syair mereka.
2.      Zuhair bin Abu Sulma (13 SH/609 M)
Zuhair bin Abu Salma Rabi’ah bin Riyah al-Muzni yang berasal dari suku Mudhar dikenal sebagai juri yang menentukan nilai pemenang bagi para penyair masa jahiliyah. Kedudukan Zuhair melebihi para penyair Arab yang ada pada masanya.
Ibnul A’rabi berkomentar, “Dalam masalah syair, Zuhair memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh penyair lain. Ayahnya, pamannya, saudarinya yang bernama Salma, kedua anaknya yang bernama Ka’ab dan Bujair dan saudarinya yang bernama al-Khansa’, mereka semua adalah penyair.”
  Zuhair lahir di negeri Muzinah yang terletak di penjuru Madinah. Dia bermukim di al-Hajiz (termasuk daerah Najed), demikian pula anak-anaknya setelah Islam muncul. Satu pendapat mengatakan, bahwa dia membuat qasidah dalam satu bulan dan mengeditnya dalam satu tahun. Qasidahnya disebut al-Hauliyyat (tahunan). Pendapat lain mengatakan, bahwa salah satu bait syair mu’allaqnya menyerupai kata-kata para Nabi.
3.      Tharafah bin Abdu (86-60 SH/539 M)
Tharafah bin Abdu bin Sufyan bin Sa’ad Abu Amer al-Bakri al-Waili adalah seorang penyair jahiliyah generasi pertama. Dia lahir di pedalaman Bahrain dan berpindah-pindah di daerah Najed. Syair-syairnya dikenal sangat bagus, memiliki karakter yang kuat, ringkas, lugas, dan tegas dalam menjelaskan hakikat, namun terkadang berlebihan dan tidak teratur dalam menggunakan makna dan sering menggunakan kata-kata yang samar. Mu’allaqnya (yang digantungkan di Ka’bah) adalah qasidahyang panjangnya 55 bait.
Akan tetapi Tharafah adalah seorang penyair yang berusia pendek. Dia meninggal ketika masih remaja. Sebabnya, dia pernah berinteraksi dengan Raja Amer bin Hind. Dalam kesempatan membacakan syair di hadapan raja, terdapat kata-kata Tharafah yang menyinggung perasaan raja, lalu raja marah. Kemudian raja mengirim surat kepada Muka’bir yang menjadi gubernur Bahrain dan Oman. Isi surat adalah perintah kepada Muka’bir untuk membunuh Tharafah.
4.      Nabighah adz Dzubyani
Ziyad bin Mu’awiyah bin Dzubab Nabighah adz-Dzubyani al-Ghathfani al-Mudhari, dijuluki dengan Abu Umamah. Dia adalah penyair generasi pertama dan termasuk warga Hijaz. Di pasar Ukaz, dibuat satu kubah yang terbuat dari kulit merah untuknya sehingga para penyair datang kepadanya untuk menunjukkan syair-syair karya mereka. Al-A’sya dan Hisan serta Khansa’ adalah termasuk orang-orang yang menunjukkan hasil karya syair mereka kepadanya. Sedangkan Abu Amer bi Ala’ melebihkannya di atas para penyair lainnya.
Pada masa jahiliyah, Nabighah termasuk orang yang terhormat. Dia mendapatkan bagian jatah dari Nu’man bin Mundzir sebelum akhirnya dia membuat satu qasidah yang menyinggung istri Nu’man yang bersifat keremaja-remajan. Lalu Nu’man tersinggung. Nabighah pun meninggalkan Nu’man dan pergi kepada raja Ghassan di Syam. Selama satu masa dia menghilang hingga akhirnya Nu’man memintanya kembali ke tempatnya.
Syair Nabighah berjumlah sangat banyak. Sebagian syairnya telah dibukukan dalam satu diwan kecil. Dia juga merupakan penyair Arab terbaik dalam memberikan pengantar dan tidak ada kesan memaksakan diri dalam syairnya. Dia juga seorang penyair yang berusia panjang.
5.      Antarah al-Absy (22 SH/601 M)
Antarah bin Syaddad bin Amr bin Mu’awiyah bin Qurrad al-Absy adalah seorang penyair ulung Arab generasi pertama, dia juga terkenal dengan kepandaiannya menunggang kuda. Dia termasuk warga Najed. Ibunya adalah seorang budak Habsyah.   Dia terkenal sabar, tabah dan pemaaf, dan syairnya mengandung kelembutan dan asyik didengar. Dia jatuh cinta kepada sepupunya sehingga dia sering membuat qasidah yang menyebut namanya.
Syairnya yang menjadi mu’allaq adalah syair yang menjelaskan nilai-nilai kemuliaannya, pembelaan kepada kaumnya, serta kedermawanannya, di samping menjelaskan hal lain. Bahasa syairnya paling mudah dimengerti, paling serasi, penuh semangat, dan mengandung nilai kebangsaan.
Pada masa remaja, Antarah pernah berinteraksi dengan Imru al-Qais, ikut dalam peperangan Dahes dan al-Ghabra’. Ia hidup dalam usia yang panjang dan meninggal karena dibunuh oleh Ruhaish atau Jabar bin Amer ath-Tha’i.
6.      Amar bin Kultsum (39 SH/584 M)
Amer bin Kultsum bin Malik bin Uttab, dijuluki Abul Aswad, berasal dari Bani Taghlab. Dia adalah penyair jahiliyah generasi pertama, lahir di bagian utara Jazirah Arab, tepatnya di negeri Rabi’ah, berkeliling di sana, Syam, Irak, dan Najed.
Amer bin Kultsum juga termasuk orang yang paling mulia jiwanya. Dia termasuk pejuang yang pemberani. Dia memimpin kaumnya (Taghlab) ketika masih muda. Dia juga berusia panjang. Dialah orang yang membunuh raja Amer bin Hind.
Syair mu’allaq Amer bin Kultsum yang terkenal berjumlah seribu bait. Akan tetapi yang tersisa  hanya yang mampu dihafal oleh para rawi. Syairnya mengandung nilai-nilai kebanggaan diri dan semangat perjuangan yang mengagumkan. Dia meninggal di Jazirah Eufrat.
Dalam kitab Tsamar al-Qulub disebutkan, bahwa jagoan pada masa jahiliyah ada tiga, yaitu: al-Baradh yang membunuh Urwah, al-Harits bin Dhzalim yang membunuh Khalid bin Ja’far, dan Amer bin Kultsum yang membunuh Amer bin Hind. Amer bin Kultsum membunuh Amer bin Hind di wilayah kekuasaannya, bahkan tak cuma itu, ia pun berhasil melucuti persenjataan, kendaraan dan kekayaannya, lalu ia pergi bersama kaumnya ke pedalaman Syam dalam kondisi aman.
Karena memiliki banyak waktu luang, maka Amer bin Kultsum sering mengetuk pintu orang-orang dan meminta mereka mendengarkan puisinya.
7.      Haris bin Hilizah (54 SH/570 M)
Harits bin Hilijah bin Makruh bin Yazid al-Yasykuri al-Wa’ili, dia merupakan penyair jahiliyah dan termasuk warga pedalaman Irak. Dia juga adalah salah seorang pemilik syair mu’allaq yang berkulit belang dan memiliki perangai yang angkuh.
Syair mu’allaq Harits bin Hilizah pernah dibacakan di depan raja Amer bin Hind di Al-Hirah. Dalam syairnya tersebut, dia banyak menghimpun kabar peristiwa yang terjadi pada masyarakat Arab, seperti perang. Karena itulah, dia menjadi tempat perumpamaan dalam pembanggaan diri.
Untuk mendapatkan penghargaan mu’allaq pada masa jahiliyah, syair-syair harus melewati proses penyeleksian dan penilaian dari suatu lembaga tertentu yang memiliki kewenangan dalam menentukan puisi terbaik. Lembaga yang memiliki kewenangan untuk menyeleksi syair-syair terbaik adalah ‘Pasar’ yang diselenggarakan bangsa Arab menjelang pelaksanaan ibadah haji setiap tahun.
Bagi bangsa Arab, pasar bukan hanya sebagai tempat bertransaksi jual-beli saja, melainkan sebagai arena adu bakat dan potensi, tempat untuk mengadakan berbagai pertunjukan dan festival yang berhubungan dengan seni sastra. Karena perhatian yang tinggi terhadap nilai-nilai seni dan budaya, maka bangsa Arab memiliki standar bahasa yang tinggi nilai sastranya.
Dalam perlombaan kesusastraan, para penyair berdiri di hadapan tim penilai syair (juri) yang merupakan tokoh-tokoh penyair senior dari kabilah Quraisy. Mayoritas penyair menyebutkan dalam syairnya tentang Pasar Ukaz. Mereka yang mengikuti event besar tersebut, bukan hanya dari kalangan penyair laki-laki, tetapi juga penyair perempuan. Kaum Quraisy dengan peran mereka sebagai tim penilai dan tempat mereka dijadikan sebagai sentra sastra, maka mereka memperoleh keberuntungan tersendiri, yaitu semakin bertambahnya kualitas kefasihan bahasa Arab mereka karena mengadopsi dari sekian bnayak penyair yang datang dari pelbagai penjuru. Mereka mengambil nilai manfaat bahasa dari kabilah-kabilah yang berdatangan ke Mekkah yang bahasa mereka enak didengar dan mudah diucapkan. Setelah itu mereka membahasnya, lalu memperindah dan mengembangkan bahasa tersebut hingga menjadi bahasa terbaik dan terindah (setelah peringkat bahasa al-Qur’an).
Kefasihan orang-orang Quraisy dan keunggulan mereka dalam berbahasa akhirnya menjadi rujukan penting bagi para penyair dari berbagai kabilah. Puisi yang mendapat penghargaan sebagai mu’allaq akan menjadi sebuah kebanggan besar bagi penyair dan juga kabilah masing-masing, selain juga sebagai kebanggaan bergengsi bagi bangsa Arab secara umum. Puisi-puisi yang digantung tersebut akan dihafal oleh semua orang yang berkunjung ke Ka’bah. Mu’allaq merupakan bentuk penghargaan tertinggi terhadap sebuah karya sastra. Dengan mu’allaq tersebut, hafalan-hafalan para penyair terjaga dan kemudian menjadi bentuk diwan-diwan yang tertulis pada masa berikutnya.
Tentang iklan-iklan ini


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih telah berkomentar di laman blog kami