NGAJI KITAB GUNDUL / KITAB KUNING BERSAMA ASPURA & ASPURI PONPES SYAIKH ZAINUDDIN NW L3
Kenapa
Harus Kitab Kuning? Tidak Langsung Al-Qur'an dan Sunnah Saja
Sebenarnya
judul yang lebih tepat seharusnya ''Kenapa Harus Bermadzhab dan Taqlid Kepada
Ulama?'' karena yang dimaksud dengan menggunakan kitab kuning ialah ikut salah
satu Madzhab dalam arti taqlid kepada Ulama. mari kita ulas kenapa kita harus
Taqlid dan bermadzhab.
Fenomena
penolakan sebagian kalangan terhadap konsep Taqlid untuk kaum awam menimbulkan
polemik bagi ummat Islam, terutama bagi orang seperti kita yang tiada memiliki
kemampuan untuk memahami agama langsung dari sumbernya yakni al qur’an dan as
sunnah(Hadits).
Disamping itu keengganan untuk bermadzhab (baca ; Taqlid) telah serta merta
membangkitkan semangat sebagian ummat islam untuk beristinbath (menggali hukum
langsung dari sumbernya, yakni al qur’an dan as sunnah) tanpa disertai sarana
yang memadahi. Dan akibatnya dapat kita rasakan, betapa spirit agama yang
semestinya adalah “Rahmatan Lil ‘Alamiin” berubah menjadi “Fitnah Perpecahan”
diantara sesama ummat islam.
Oleh
karenanya sebelum kita melepaskan diri dari mata rantai bermadzhab (Taqlid)
sebaiknya kita bercermin diri setidaknya tentang beberapa hal :
Pertama
: ADAKAH KITA TELAH MEMAHAMI BAHASA ARAB DENGAN BENAR ?
Memahami bahasa arab dengan benar adalah sarana pertama yang mesti kita kuasai,
mengingat dua sumber utama dalam islam yakni al qur’an dan as sunnah yang
notabene menggunakan Berbahasa Arab dengan mutu yang sangat tinggi. Ilmu yang
mesti kita kuasai dalam bidang ini setidaknya meliputi Gramatika Arab
(Nahwu-Shorof), Sastra Arab /Balaghoh (Badi’, Ma’ani, Bayan), Logika Bahasa (Manthiq)
Sejarah Bahasa, Mufrodat, dst... Hal ini penting guna meminimalisir kesalahan
dalam mengidentifikasi makna yang dikehendaki syari’at dari sumbernya secara
Harfiyah (Tekstual), juga untuk mengidentifikasi nash-nash yang bersifat ‘Am,
Khosh, berlaku Hakiki, Majazi dst...
Adalah hal yang naif jika kita berani mengatakan “Halal-Haram, Sah-Bathil,
Shohih-‘Alil” hanya berdasar pemahaman dari terjemah al qur’an atau as sunnah.
Sebagai ilustrasi sederhan berikut kami kutipkan peran pemahaman bahasa arab
yang baik dan benar dalam memahami al qur’an dan as sunnah :
Contoh Fungsi Gramatika Arab
Firman Alloh yang menjelaskan tata cara berwudhu :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى
الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kalian hendak melaksanakan sholat,
maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan
kedua kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS. Al Maidah : 6)
Coba anda perhatikan kalimat وَاَرْجُلَكُمْ (dan kedua kaki
kalian) dalam firman Alloh diatas, dimana kata tsb dibaca Nashob (dibaca Fathah
pada huruf lam) padahal kata tersebut lebih dekat dengan kata بِرُءُوسِكُمْ (kepala kalian)yang dibaca Jar (dibaca
kasroh pada huruf Ro’) dengan konsekwensi makna sebagai berikut :
a.
Jika kata وَاَرْجُلِكُمْ (dan kedua kaki
kalian) dibaca Jar (kasroh) maka yang harus dilakukan untuk kaki ketika
berwudhu adalah Mengusap bukan Membasuh, hal ini disebabkan kata وَاَرْجُلِكُمْ disambung dengan kata بِرُءُوسِكُمْ yang berarti amil (kata kerjanya) adalah وَامْسَحُوا (dan Usaplah)
b. Jika kata وَاَرْجُلَكُمْ (dan kedua kaki
kalian) dibaca Jar (kasroh) maka yang harus dilakukan untuk kaki ketika
berwudhu adalah Membasuh bukan Mengusap, hal ini disebabkan kata وَاَرْجُلَكُمْ disambung dengan kata وُجُوهَكُمْ yang berarti amil (kata kerjanya) adalah فَاغْسِلُوا (Basuhlah)
Coba
anda perhatikan: betapa dengan sedikit perbedaan, berimplikasi makna dan
kewajiban yang berbeda. Dimana ketika kata وَاَرْجُلَكُمْ dibaca fathah/Nashab maka kewajibannya adalah Membasuh, sedang
jika kata وَاَرْجُلِكُمْ dibaca
Kasroh/Jarr, maka kewajibannya adalah Mengusap. Adakah hal ini kita dapati dari
al qur’an terjemah ?....
Contoh
Fungsi Balaghoh/Sastra Arab
Masih dalam tema ayat diatas, coba anda perhatikan kata إِذَا قُمْتُمْ dengan menggunakan Fiil Madhi (kata kerja
masa lampau) yang jika dialih bahasakan secara harfiyah memberi makna :
“Apabila kalian telah berdiri /menjalankan”... sedang yang dimaksud adalah
sebelum sholat. Inilah yang dalam pelajaran sastra arab disebut dengan
“Ithlaqul Madhii Wa Uridal Mustaqbal”
Contoh
Fungsi Manthiq
Diantara fungsi “Manthiq”/Logika Bahasa dalam konteks ayat diatas adalah guna
men-Tashowwur-kan (menjelaskan dengan makna yang Jami’ dan Mani’) dari
masing-masing kata dalam ayat diatas, misal yang dimaksud dengan “Yad” (tangan)
adakah ia adalah “Tangan” dalam bahasa kita? “Wajah” seberapakah daerah yang
masuk kategori “Wajah”? dan “Ru’us” (kepala), Membasuh, Mengusap, dst....
adakah semuanya dapat kita definisikan dengan kamus bahasa indonesia? Sedang al
qur’an menggunakan bahasa arab dengan mutu paling tinggi ?
Kedua
: SUDAHKAH ANDA MENGHAFAL AL QUR’AN (Seluruhnya) DAN JUGA SEKURANG-KURANGNYA
SERATUS RIBU HADITS ?
Syarat kedua diatas sangatlah diperlukan karena dengan terpenuhunya syarat
tersebut akan tergambar semua ayat dan hadits terkait jika anda hendak
memutuskan suatu perkara, dengan demikian keputusan/pendapat anda akan
terhindar dari bertabrakan dengan nash-nash yang lain.
Sebagai
ilusrtrasi sederhana kita gunakan ayat ayat diatas dengan terjemah sbb : “Wahai
orang-orang yang beriman! Apabila kalian hendak melaksanakan sholat, maka
basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan kedua
kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS. Al Maidah : 6)
Jika
kita memahami hanya dari ayat tersebut, maka akan kita dapati hukum wajibnya
berwudhu adalah bagi setiap orang yang hendak melaksanakan sholat, baik ia
orang yang masih dalam keadaan suci maupun berhadats. mengingat keumuman
perintah pada ayat diatas yang ditujukan pada setiap orang yang hendak
melaksanakan sholat.
Syarat
kedua tsb, juga berguna untuk menghindarkan anda menempatkan dalil bukan pada
tempatnya, misal menempatkan ayat-ayat yang sejatinya untuk orang-orang kafir
namun anda hantamkan untuk orang-orang islam. Bukankah Abdulloh Ibn Umar
–rodhiyallohu ‘anhu- pernah berkata, ketika beliau ditanya tentang tanda-tanda
kaum Khowarij ?
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ
خَلْقِ اللَّهِ وَقَالَ إِنَّهُمْ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي
الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Dan adalah Ibnu Umar, ia memandang mereka (Khowarij) sebagai seburuk-buruk
makhluk Alloh, dan ia berkata : “Mereka (Khowarij) berkata tentang ayat-ayat
yang (sejatinya) turun terhadap orang-orang kafir, mereka timpahkan ayat
tersebut untuk orang-orang beriman”. (HR. Al Bukhori, Bab Qotlil Khowaarij)
Ketiga
: SUDAHKAH ANDA MENGUASAI ILMU-ILMU PENDUKUNG YANG LAIN GUNA MEMAHAMI AL QUR’AN
DAN AS SUNNAH ?
Perangkat lain yang mesti anda kuasai dalam menggali hukum dari Al Qur’an dan
As Sunnah yang memang luas dan dalamnya melebihi luas dan dalamnya samudera,
diantaranya adalah ; - anda harus mengetahui “Asbaabun Nuzul” dari setiap ayat
dan juga “Asbaabul Wuruud” dari setiap hadits, hal ini penting agar anda mampu
menempatkan dalil-dalil sesuai porsinya dan mampu membedakan dalil-dalil yang
“Nasikh” (Pengganti/penyalin) dari dalil-dalil yang “Mansukh” (diganti/disalin)
-
anda juga harus menguasai sekurang-kurangnya “Qiro’ah Sab’ah” dalam ilmu
qur’an, mengingat akan Naif rasanya seorang “Calon Mujtahid” melafadzkan al
qur’an tidak dengan pengucapan yang fashih.
Disamping itu anda juga harus menguasai ilmu-ilmu pendukung guna memahami As
Sunnah, seperti Mushtholah Hadits, Jarh Wat Ta’dil, Taroojim, dst... hai ini
penting setidaknya agar anda tidak berhukum dengan hadits yang lemah dengan
menabrak hadits yang shohih.
Keempat
: SUDAHKAH ANDA MENGUASAI KAIDAH BER-ISTINBATH DARI PARA IMAM MUJTAHID ?
Syarat keempat diatas juga sangat penting setidaknya guna mengetahui cara
mensikapi nash-nash yang Mujmal, Mubayyan, ‘Am, Khosh, dan cara men-Jami’-kan
(mencari titik temu) jika terdapat nash-nash yang dzahirnya Mukholafah
(berselisih) atau Ta’aarudh (bertentangan).
Sebagai ilustrasi sederhana kami kutipkan Firman Alloh berikut :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا
وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ
وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, dan orang-orang
Shobiin, siapa saja (diantara mereka) yang beriman kepada Alloh dan hari akhir,
dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari tuhannya, tidak ada rasa
takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. Al Baqoroh : 62)
Sepintas ayat diatas memberi pemahaman adanya peluang yang sama bagi
orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, dan orang-orang Shobiin, untuk
mendapat pahala disisi Alloh atas kebajikan yang mereka perbuat. Sehingga
seakan ayat tsb menyatakan bahwa orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi,
dan orang-orang Shobiin, bisa masuk sorga. Adakah kenyataannya memang demikian
? sedang dalam ayat lain Alloh berfirman :
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا
فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di
akhirat dia termasuk orang yang rugi.” (QS. Alu Imron : 85)
Perhatikan dua ayat diatas !!! adakah pengetahuan yang memadahi pada diri anda
untuk men-Jami’-kan dua nash yang dzahirnya Mukholafah (tidak sejalan) tsb
?.... sungguh apa yang kami sampaikan diatas hanyalah sebagian kecil perangkat
yang harus anda kuasai untuk Ber-Istinbath (menggali hukum langsung dari
sumbernya)
Saudaraku...
kami sampaikan hal-hal diatas bukan dalam rangka mematahkan semangat belajar
anda, akan tetapi ketika anda mencoba menggali hukum dari sumbernya langsung
tanpa perangkat yang memadai, maka yakinlah Kelancangan Anda Hanya Akan
Berakibat Perpecahan Ummat Islam.
LIKULLI
SYAIIN AHLUN, IDZA WUSIDAL AMRU LIGHOIRI AHLIHI.. FANTADZHIRIS SAA’AH : “Setiap
segala sesuatu ada ahlinya, Jika suatu perkara diembankan (diserahkan) pada
yang bukan ahlinya, maka nantikanlah saat kehancurannya”.
Sebagaimana
fenomena yang terjadi saat ini banyak kehancuran, musibah, dan saling
menjatuhkan pendapat di dunia maya(media sosial) dikarenakan banyak orang
berfatwa menyesatkan yang sebenarnya disebabkan ia langsung menggali hukum dari
alqur'an dan Hadits tanpa melalui prosedur ijtihad dan tanpa mempelajari kitab
Kuning.
Wallahu
A’lam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih telah berkomentar di laman blog kami