Minggu, 26 Agustus 2018

Tanya Jawab WA 2018

Tanya Jawab Whatsapp Tanya: Afwan ustadz mau bertanya: cara praktis membedakan kaana yg tam dg yg naqish bgmn? Jawab: Cara yang paling efektif adalah dengan memahami maknanya, ini berlaku untuk semua kaidah. Alternatif kedua dengan membuang fi’ilnya apakah menjadi mubtada khobar atau hanya tersisa fa’ilnya. Saya akan menjelaskan keduanya secara singkat, jika ingin yang panjang lebar bisa simak audio khobar kana. Kana, kata Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah, asalnya adalah tammah. Karena setiap fi’il asalnya mengandung makna pekerjaan(حدث) dan waktu(زمان) . Dia bermakna وقع، حدث، وُجِدَ، حصل maka dari itu dia hanya butuh fa’il, dengan kata lain dia adalah fi’il lazim. Ketika makna pekerjaannya hilang, maka jadilah kana naqishoh (yang kurang) karena separuh jiwanya pergi. Itu sebabnya dia juga dinamakan kana zamaniyyah karena hanya mengandung makna waktu. Nah untuk menyempurnakan unsur yang hilang tersebut, dia membutuhkan ma’mulnya, yaitu isim kana dan khobar kana. Tanya: 1. Dimanakah letak pekerjaan kana naqishoh? 2. Mengapa kana naqishoh hanya butuh jumlah ismiyyah tapi tidak butuh jumlah fi’liyyah? 3. Mengapa kana naqishoh menashobkan khobarnya? 4. apa fungsi isimnya? Jawab: 1. كان زيد قائما = قام زيد يكون زيد قائما = يقوم زيد Jd letak pekerjaannya ada pada khobar 2. Faktanya bahwa jumlah ismiyyah juga membutuhkan kana, sbgmana kana membutuhkannya. Keduanya saling melengkapi 3. Krn terdiri dari 3 kata maka kata terakhir butuh harokat yg ringan 4. pengganti fa'il Tanya: Apa perbedaan اختبار dengan امتحان ? Jawab: Kata اختبار berasal dari kata خِبْرَة atau خُبْرٌ yang artinya pengalaman atau pengetahuan. Sebagaimana Nabi Khidhir berkata kepada Nabi Musa: وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَىٰ مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا؟ “Bagaimana mungkin kamu dapat bersabar atas sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan/pengalaman tentang hal itu?" Sedangkan kata امتحان berasal dari kata مِحنَة yang artinya ujian atau cobaan. Sebagaimana Allah menyuruh untuk menguji mu’minah yang berhijrah: !يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنّ “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang para mu’minah yang berhijrah kepadamu, maka ujilah mereka!” Begitu pula Allah telah menguji para sahabat: امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَىٰ “Allah telah menguji hati mereka agar bertakwa” Maka dari sini kita mengetahui apa perbedaan antara اختبار dan امتحان : 👉🏻 Sebelum ikhtibar ada pembekalan atau pelatihan terlebih dahulu karena tujuannya untuk menentukan masa lalu, yaitu apakah dia menguasai materi yang sudah disampaikan atau tidak. Jadi syaratnya orang yang diuji harus sudah punya خبرة (pengetahuan). Seperti ulangan setiap bab-nya di grup ini. Biasanya tidak terlalu berat karena materinya sudah ditentukan dan jadwalnya pasti. 👉🏻 Tidak ada pembekalan atau pelatihan sebelum imtihan karena tujuannya untuk menentukan masa depan, yaitu apakah dia berhasil melalui standar penguji untuk sampai pada tahap berikutnya atau gagal. Seperti ujian masuk grup ini. Biasanya lebih berat karena mendadak tanpa persiapan. Itu sebabnya Allah menyebut cobaan hidup dengan istilah imtihan dalam al-Qur’an. 👉🏻 Namun istilah sekarang dalam lingkungan sekolah, istilah ikhtibar digunakan untuk ulangan harian, dan imtihan untuk ujian kenaikan kelas. Tanya: ustadz mau bertanya lagi.. sebenarnya apa perbedaan Lakum dan fiikum pada ucapan Baarakallah? Jawab: Mendoakan keberkahan atas apa yg sdh dicapai atau apa yg Allah karuniakan kepadanya: بارك الله لك Mendoakan keutamaannya, akhlaknya, kebaikannya, semoga Allah memperbanyak orang seperti anda: بارك الله فيك Mendoakan semoga Allah memberi kebaikan dengan perantara anda: بارك الله بك

Jangan Kau Malas membaca Harokat Akhir

Jangan Kau Malas Membaca Harakat Akhir Wahai akhi... Wahai ukhti... mau sampai kapan kau sukunkan huruf akhir karena malas mempelajarinya...? Mengapa tidak kau sukunkan saja semuanya biar kau tak perlu bicara...! sebagaimana penyair berkata: النَّحْوُ زَيْنٌ لِلفَتى يُكْرِمُهُ حَيْثُ أَتَى مَن لَمْ يَكُن يَعْرِفُهُ فَحَقُّهُ اَن يَسْكُتا "Nahwu adalah perhiasan bagi pemuda, yang akan memuliakannya dimanapun dia berada. Barangsiapa tidak memahami nahwu, maka lebih baik dia diam."[1] Wahai akhi... Wahai ukhti... betapa banyak orang tergelincir karena kesalahan membaca harakat akhir... Mereka meng-kashroh-kan lafadz وَأَرْجُلِكُمْ pada ayat: فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ Sehingga mereka hanya mengusap kaki tanpa mencucinya. Mereka pun men-dhommah-kan lafadz اللهُ pada ayat: إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء Sehingga maknanya Allah memiliki sifat takut, na’udzu billah... Maka dari itu Umar h melarang seseorang membaca al-Qur’an kecuali dia telah paham bahasa Arab:[2] "أَلَّا يَقْرَأُ القُرْآنَ إِلَّا عَالِمٌ بِاللُّغَةِ" Wahai akhi... Wahai ukhti... kalaupun kau yakin tidak akan tergelincir meski kau sukunkan akhirannya, namun semata-mata hanya karena malas memikirkan harakat apa yang harus diucapkan, maka ketahuilah tidak hanya harakat akhir yang menentukan makna... Tidakkah kau perhatikan bahwa mashdar marroh dan mashdar haiah dibedakan dengan harakat awal? جَلَسَ جَلْسَةً فُلانٌ وَ جَلَسَ جِلْسَةَ فُلانٍ Fulan duduk sekali dan dia duduk seperti duduknya fulan. Jika kau malas mengucapkan harakat akhir mengapa kau tidak malas mengucapkan harakat awal? Baiklah jika kau beralasan karena sulitnya mengucapkan sukun di awal kalimat, sekarang mana yang lebih sulit, mengucapkan أَنْفٌ atau أَنْفْ ? lebih sulit mengucapkan حُلْوٌ atau حُلْوْ ? Wahai akhi... Wahai ukhti... Memang benar adanya, bahwa tanda i'rob tidak bisa diletakkan kecuali di akhir kata. Seandainya dia di awal kata maka ketahuilah bahwa salah satu tanda i'rob adalah sukun, niscaya kau akan kesulitan membacanya. Seandainya dia di tengah kata maka kau akan sulit membedakan tanda i'rob dengan harokat wazan. Maka tanda i'rob diletakkan di akhir kata demi kemaslahatan, namun janganlah membuat kau lalai... Wahai akhi... Wahai ukhti... berhentilah mengeluh, jika kau malas mempelajari nahwu maka niatkanlah ibadah, jangan kau pasang target dan tergesa-gesa, insya Allah usahamu akan berpahala...

Bahasa Arab Membuat Cerdas

Bahasa Arab Membuat Cerdas, Fakta atau Mitos? Benarkah bahasa Arab mampu meningkatkan kemampuan berfikir pemiliknya? Fakta-kah atau sekedar mitos? Sebenarnya kabar ini sudah lama disampaikan oleh para pendahulu kita, diantaranya: قال عمر رضي الله عنه: "تعلموا العربية فإنها تثبت العقول..." Umar -radhiyallahu ‘anhu- berkata: “pelajarilah Bahasa Arab karena ia dapat mengokohkan akal,…” (Tarikh Umar bin Khothob, Ibnul Jauzy: 197) قال ابن تيمية رحمه الله: "اعلم أن اعتياد اللغة يؤثر في العقل..." Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- berkata: “ketahuilah bahwa membiasakan diri dengan Bahasa (Arab) akan mempengaruhi akal,…” (Iqtidhoush Shirothil Mustaqim: 1/527) Kemudian kabar tersebut diperkuat lagi dengan penelitian para ahli yang muncul belakangan. Diantaranya yang dilakukan oleh Prof. Ellen Bialystok dari York University, dan kawan-kawan. Melalui tulisannya yang berjudul “Bilingualism: Concequences for Mind and Brain”, beliau memaparkan tentang perbedaan kemampuan berfikir antara orang yang menguasai bahasa asing dan orang yang hanya berbahasa satu yaitu bahasa ibu. Penelitian ini dilakukan terhadap anak-anak juga orang dewasa, yang mana menunjukkan hasil yang sama, yakni orang yang menguasai bahasa asing lebih akurat dalam berfikir, dan lebih perspektif (mampu melihat dari sudut pandang lain) karena hakikatnya mempelajari bahasa adalah mempelajari cara berfikir orang lain. Disamping itu, ketika Prof. Ellen mengujinya kepada anak-anak, dia dapati mereka yang bilingual (berbahasa dua) memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dan berpikir lebih logis. Tidak hanya itu, Bahasa asing juga berpengaruh pada kesehatan syaraf. Ketika beliau melakukan sampling data dari Rumah Sakit, ternyata pasien bilingual terhindar lebih lama dari demensia (pikun) sekitar 3-4 tahun dari pasien yang monolingual (berbahasa satu). Hal ini dikarenakan mereka memiliki cadangan kognitif (kemampuan berfikir) di otak mereka. Jika bahasa asing saja (tidak harus Bahasa Arab), memiliki efek yang luar biasa terhadap kecerdasan otak, apalagi dengan Bahasa Arab. Seperti kita ketahui Bahasa Arab merupakan Bahasa yang memiliki rutbah marinah (memiliki susunan kalimat yang fleksibel), tidak seperti bahasa lain yang susunannya kokoh (rutbah tsabitah). Itu sebabnya bahasa Arab memiliki i’rob untuk mengatasi susunannya yang lentur dan agar kita tidak bingung. Nah sekarang kita tahu kan mengapa bahasa Indonesia tidak punya i’rob? Tidak lain karena ia termasuk bahasa yang susunan kalimatnya kokoh alias tidak bisa di-otak-atik, jadi untuk apa ada i’rob. Maka tidak heran jika ulama dahulu mengatakan bahwa bahasa Arab bisa membuat cerdas, tidak lain karena ia punya i’rob yang sedikit menguras pikiran dibanding bahasa lain.